Konsep Fraud atau Kecurangan


Apa yang ada dipikiran kita jika mendengar kata “fraud” ?

Terlintas sebuah peristiwa dimana telah terjadi suatu hal yang salah atau bisa dikatakan tidak sesuai dengan peraturan, kebiasaan atau hal yang patut seharusnya terjadi.

Dalam sebuah konsep sebab-akibat, apabila terdapat suatu tindakan maka akan terdapat konsekuensi dari perbuatan tersebut. Dalam hal ini, fraud dapat menimbulkan suatu konsekuensi kerugian, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mempengaruhi lingkungan disekitarnya.

Konsep diatas menimbulkan sebuah pemikiran bahwa fraud terjadi karena suatu pemicu atau sebab, sehingga dapat diidentifikasi agar kedepan dapat dilakukan tindakan pencegahan, atau meminimalisir peluang terjadinya fraud.

Dalam buku “mendeteksi manipulasi laporan keuangan” karya Tuanakotta, terdapat beberapa konsep yang berkaitan dengan fraud , antara lain; (Tuanakotta, 2014:41)

1. Fraud tree
Peta kecurangan atau menunjukkan klasifikasi/taksonomi kecurangan yang diterbitkan ACFE (Association of Certified Fraud Examiner).

2. Fraud triangle
Segitiga kecurangan yang merujuk kepada penelitian Donald Cressey mengenai mengapa kecurangan terjadi, yang dikembangkan antara lain, dalam ISA (International Standards on Auditing) sebagai fraud risk factors.

3. Fraud axioms
Proposisi dasar ACFE mengenai kecurangan yang perlu diperhatikan akuntan forensik sebagai investigator.

4. Fraud predictions
Rekaan mengenai apa yang terjadi, siapa pelaku, bagaimana dilakukan (modus operasi), mengapa, kapan, dimana, berapa besar ? Unsur-unsur rekaan ini disingkat W5H2 atau A4M3.

5. Red flags
Atau tanda bahaya yang menjadi petunjuk tentang potensi terjadinya fraud.

Pada penjelasan kali ini, kita tidak akan membahas hal detil dari konsep-konsep fraud diatas. Terlebih dahulu, kita akan mulai pada pembahasan mengenai definisi dari fraud itu sendiri.

Definisi fraud menurut Institute of Internal Auditor tahun 2013; (Priantara, 2013:4)
Perbuatan yang dicirikan dengan pengelabuan atau pelanggaran kepercayaan untuk mendapatkan uang, aset, jasa atau mencegah pembayaran atau kerugian atau untuk menjamin keuntungan/manfaat pribadi dan bisnis. Perbuatan ini tidak tergantung pada ancaman kekerasan oleh pelaku terhadap orang lain.

Dapat kita lihat, dari definisi diatas, karakteristik fraud tidak selalu berkaitan dengan hal yang bersifat materil atau keuangan, tapi dapat juga berupa manfaat atau jasa, yang pada muaranya memberikan keuntungan untuk pribadi ataupun bisnis si pelaku.

Salah satu konsep yang penting untuk dipahami mengenai fraud ialah tindakan yang mendasarinya. Mengapa ? karena, jika hal tersebut disebabkan oleh ketidaksengajaan, maka hal itu dikategorikan sebagai kesalahan, bukan kecurangan atau fraud. (SPAP SA 240:1)

Karena hal tersebut juga dapat berdampak konsekuensi hukum, sesuai dengan yang tercantum dalam KUHP pasal 372 tentang penggelapan, yang menekankan pada poin kesengajaan.

Maka kita telah mendapat poin utama dalam konsep fraud ini, yaitu kesengajaan. Tentunya tindakan tersebut sudah disusun sedemikian rupa, terstruktur dan sistematis, sehingga biasanya melibatkan orang-orang yang memiliki kewenangan dalam suatu organisasi atau korporasi.

Oleh karena itu, dibutuhkan keahlian khusus untuk menilai apakah suatu tindakan dapat dikategorikan sebagai kesalahan atau kecurangan. Profesi pendukung seperti auditor investigatif sangat diperlukan, karena berbagai macam motif kecurangan atau fraud dapat terungkap ketika para auditor sudah fokus menelusurinya, terutama investigasi terdapat pihak-pihak yang berpotensi melakukan kecurangan atau fraud tersebut.

 

Sumber:
-Tuanakotta, Theodorus M. Mendeteksi Manipulasi Laporan Keuangan. Jakarta. 2014
-Priantara, Diaz. Fraud Auditing & Investigation. Jakarta. 2013
-Ikatan Akuntan Indonesia. Standar Profesional Akuntan Publik SA 240. Jakarta. 2013

 

Comment here